Kolaborasi Antara Komunitas Kreatif Lasem dengan ITB untuk Aktivasi Kawasan Heritage Lasem
— Desa Binaan ITB




Peletakan Batu Pertama yang dilakukan pada 03 Agustus 2021 di Alun-alun Lasem menandakan dimulainya Penataan Kota Pusaka Lasem. Untuk mendukung keberjalanan proyek tersebut, Institut Teknologi Bandung (ITB) yang didukung oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB dan Tim Peneliti Design Ethnography Lab. ITB bersama Komunitas Kreatif di Lasem turut bersinergi dengan pemerintah dalam mewujudkan mimpi tersebut, yakni melalui workshop daring berupa penyusunan peta jalan ekonomi kreatif berbasis desain untuk Lasem yang dilakukan selama 2 (dua) hari (18/10/21 – 19/10/21).

Penyelenggaraan workshop ini merupakan salah satu bentuk realisasi dari hasil diskusi antara Bupati Kabupaten Rembang, Bapak H. Abdul Hafidz, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kab. Rembang – Lasem, perwakilan Komunitas Lasem, dan Tim Peneliti Design Ethnography Lab. ITB yang dilakukan pada bulan April lalu (23/04/21) saat membahas isu ekonomi kreatif dan sumber daya budaya yang ada di Lasem.

Lasem merupakan daerah bersejarah yang memiliki banyak aset kebudayaan memang menjadikan potensi pengembangan ekonomi kreatif di wilayah tersebut. Ahdiat Galih selaku Ketua Rembang Community City Network (RCCN) mengatakan bahwa ekonomi kreatif akan terus digaungkan karena sumber daya ekstansi (yang diambil dari alam) lama-lama akan habis, oleh sebab itu, ekonomi kreatif mengusung daya kreatif dan inovasi yang bersumber dari akal dan pola pikir manusia yang tidak terbatas. Prananda L. Malasan selaku moderator workshop daring tersebut juga menambahkan, “salah satu landasan utama dari ekraf (ekonomi kreatif) adalah kita mengolah kegiatan ekonomi berbasis kapasitas intelektual dan tidak hanya mengekstrasi hasil bumi untuk mencapai tujuan ekonomi.”

Ketika para peserta disuguhkan pertanyaan “Seperti apa Lasem di tahun 2050?”, mayoritas respon para peserta mengatakan bahwa Lasem berpotensi menjadi kota pusaka yang dapat menjadi pusat kegiatan ekonomi kreatif, khususnya dibidang pariwisata dengan mengangkat warisan budaya dan sejarah yang dimilikinya.

Tak heran bahwa Lasem sering digadang sebagai pintu gerbang yang mempertemukan ragam etnis  dan budaya ke tanah nusantara menjadikan kawasan ini sebagai kawasan yang kaya akan warisan budaya, seni, dan sejarah. Baskoro BD yang karib disapa Mas Pop, seorang aktivis sekaligus pendiri Yayasan Lasem Heritage mengatakan, “Sejatinya kita bisa berkreativitas berdasarkan heritageyang ada didaerah kita, itu yang harus dilakukan Lasem sebenarnya.”

Workshop penyusunan peta jalan di Lasem berangkat dari tujuan pemuliaan seni tradisional dan penciptaan seni kontemporer berdasarkan warisan budaya yang ada di Lasem, diskusi kritis antar peserta mengarah pada kebutuhan pendidikan dan infrastruktur seni di Lasem. Menurut Pak Yon Suprayoga, seorang Pemerhati Peninggalan Sejarah Lasem, “Orang datang ke Lasem kekurangannya cuma pertunjukan. Hampir semuanya disini ada, sejak pagi bisa menyusuri sungai atau tempat-tempat bersejarah di Lasem, tetapi waktu malam kosong, tidak ada pertunjukan.”

Ide-ide bermunculan dari para peserta untuk satu tujuan yang sama, yakni berupa rancangan untuk mendirikan pendidikan seni formal setara Sekolah Menengah Atas dan Institusi Perguruan Tinggi Seni di Lasem. Harapannya dengan mendirikan infrastruktur berbasis seni tersebut dapat memunculkan seniman-seniman Lasem, sekaligus dapat menjadi wadah untuk para penggiat seni disana untuk berkreasi dan bereksplorasi. Yang nantinya seniman-seniman baru ini bisa berkolaborasi dengan komunitas bahkan pemerintah dalam menyumbangkan ide maupun karya untuk menyukseskan program pemerintah dalam Penataan Kota Pusaka Lasem secara berkelanjutan.

Gagasan pengadaaan pertunjukan seni tradisional dan kontemporer, residensi dan kolaborasi dengan seniman Lasem hingga pengadaan festival seni tradisi Lasem menjadi parameter penyusunan peta jalan ekonomi kreatif yang dirancang selama 5 (lima) tahun kedepan mulai tahun 2022. Ambisi para peserta tentu membutuhkan sinergi berbagai pihak dalam pelaksanaannya, Dr. Arianti Ayu, perwakilan dari Tim Peneliti Design Ethnography Lab. ITB memaparkan, “Dengan studi kasus pemetaan budaya, itu melibatkan banyak pihak jadi tidak hanya peneliti ataupun pemerintah saja, namun juga komunitas. Jadi keterlibatan berbagai pihak sangat diperlukan.”






Design Ethnography Lab.
KK Manusia dan Desain Produk Industri

Fakultas Seni Rupa dan Desain
Institut Teknologi Bandung

Center for Arts, Design and Language
(CADL) Building 7th Floor
Jalan Ganesha No. 10, Bandung 40132


© DE:Lab 2019, all rights reserved.

︎         ︎           ︎